Selasa, 05 Februari 2013

PHI : HUKUM PERDATA


Hukum perdata ialah rangkaian dari aturan – aturan hukum yang mengatur hubungan – hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain di dalam masyarakat
Hukum perdata bersama dengan hukum dagang digolongkan sebagai “Hukum Privat“ yaitu sebagai hukum yang mengatur kepentingan perseorangan.Hukum dagang sebenarnya merupakan hukum perdata khusus yaitu hubungan – hubungan hukum keperdataan yang terletak dalam dunia perniagaan. Hubungannya dengan hukum perdata merupakan hubungan antarahukum umum dengan hukum khusus ( vide pasal 1 KUHD )
Pengertian hokum perdata :
-          Hukum perdata materiil ialah hukum perdata yang membebankan hak dan kewajiban dari perseorangan yang satu terhadap orang yang lainnya di dalam pergaulan hidup masyarakat dan di dalam hubungan kekeluargaan.
-          hukum perdata formil ialah serangkaian dari aturan – aturan hukum yang mengatur cara – cara bagaimana orang mempertahankan hukum perdata materiil bila terjadi pelanggaran.
Cara mempertahankan hokum perdata : dengan perantaraan hakim atau pengadilan dengan perantaraan wasit atau arbiter dan sebagainya.
Cara orang mempertahankan hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim atau pengadilan disebut acara perdata
Aturan – aturan hukum acara perdata :
HIR ( Herziene Indonesisch Reglement ), Undang – Undang no. 14 tahun 1970 D.N 1970 – 74 tentang ketentuan – ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, RBg (Rechtsreglement Buitengewesten) S. 1927 -227 dan sebagainya.
peraturan – peraturan hukum perwasitan atau arbitrage yaitu aturan yang mengatur bagaimana cara – cara mempertahankan hukum perdata materiil melalui proses perwasitan, dan ini juga tergolong sebagai hukum perdata formil :
-          Rv ( Reglement op de Burgelijke Rechtsvordering ) pasal – pasal 615 sampai dengan 651,
-          Undang – Undang Mahkamah Agung no. 1 tahun 1950 pasal 15, 108 – 111 dan juga terdapat dalam Undang – Undang no. 22 tahun 1957 tentang penyelesaian Perselisihan Perburuhan, dikenal adanya perwasitan
-          SK KADIN no. SKEP / 152 / DPH / 1977 tertanggal 30 November 1977 tentang pendirian BANI ( Badan Arbitrase Nasional Indonesia ) yaitu suatu badan yang berwenang menyelesaikan sengketa – sengketa yang timbul dalam dunia perniagaan



Hukum acara perdata mengatur cara - cara :
l  Bagaimana suatu perkara perdata diajukan ke pengadilan.
l  Bagaimana dilakukannya permeriksaan perkara di muka pengadilan hingga dijatuhkannya putusan hakim.
l  Bagaimana menjalankan putusan  hakim.
Keadaan Hukum Perdata di Indonesia  bisa dikatakan dalam keadaan pluralistis sebab dalam kenyatannya sampai saat ini masih berlaku lebih dari dua macam hukum perdata di dalam tatanan hukum Indonesia seperti hukum perdata Barat ( hukum tidak tertulis ) dari orang – orang Indonesia asli dan hukum adat dari golongan Timur Asing ( hukum asli bagi orang – orang Tionghoa, Arab dan lain) Pluralisme hukum prdata dan terjadinya penggolongan penduduk pada waktu yang lalu bersumber dari ketentuan pasal 163 Indische Staatsregeling dan pasal 131 Indische Staatsregelingbagainya ).  
untuk mengisi kekosongan hukum maka hukum perdata yang lama dibiarkan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa Undang – Undang Dasar 1945 dan dasar falsafat bangsa Indonesia yaitu Pancasila ( vide pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 ).
Pasal 163 I.S suatu pasal yang mengadakan pembedaan golongan penduduk menjadi 3 ( tiga ) golongan yaitu :
A. Golongan Eropa, yang termasuk golongan Eropa ialah :
    1. Semua orang Belanda
    2. Semua orang yang berasal dari Eropa tetapi tidak termasuk orang Belanda
    3. Semua orang Jepang ( berdasarkan perjanjian dagang antara Belanda dengan Jepang tahun 1896 – S. 1898 – 49 )
    4. Semua orang yagn berasal dari tempat lainyang di negerinya hukum keluarganya berasaskan yang sama degan hukum keluarga Belanda
    5. Anak – anak sah atau yang diakui menurut ketentuan UU dari no. 2, 3, dan 4 yang lahir di Hindia Belanda
  1. Golongan Bumiputera, yaitu semua orang asli dari Hinda Belanda ( sekarang Indonesia ).
  1. Golongan Timur Asing, yaitu semua orang yang bukan golongan Eropa dan bukan golongan Bumiputera. Golongan Timur Asing dibedakanmenjadi golongan T.A Tionghoa dan T.A bukan Tionghoa ( seperti orang – orang yang berasal dari India, Arab, Afrika dan sebagainya ).

pasal 131 I.S adalah ketentuan yang memperlakukan antara lain hukum perdata bagi golongan – golongan penduduk dan demikian pula menjadikan hukum perdata yang berlaku bagi golongan penduduk tersebut berbeda – beda sehingga menjadikan adanya sistem hukum yang bersifat pluralistis di dalam lapangan hukum perdata
Bagaimanakah terjadinya pluralisme dalam hukum perdata itu ?
  1. Berdasarkan ketentuan pasal 131 I.S ayat ( 2 ) sub a, bagi golongan Eropa di Hindia Belanda  diperlakukan hukum perdata yang konkor dan dengan negeri Belanda. Hal itu berarti bagi golongan Eropa diperlakukan hukum perdata yang telah dikodifikasikan ke dalam Burgerlijk Wetboek ( B.W ) dan Wetboek van Koophandel ( W.v.K ) yang mulai berlaku di Hindia Belanda sejak tanggal 1 Mei 1848.
  2. B.Sedang hukum perdata bagi golongan Bumiputera tetap beraku hukum perdata adat yaitu hukum perdata yang tidak tertulis ( vide pasal 131 I.S ayat ( 2 ) sub. b jo. Pasal 131 L.S ayat ( 6 ) ).
  3. C. Bagi golongan Timur Asing terdapat adanya perbedaan antara golongan T.A. Tionghoa dengan golongan T.A bukan Tionghoa, sebagai berikut :
_Untuk golongan T.A Tionghoa semenjak tahun 1917 dengan S. 1917 – 129 jo. S. 1924 – 557 diperlakukan seluruh hukum perdata dan hukum dagang yang sama dengan golongan Eropa yaitu Bergelijk Wetboek dan Wetboek van Koophandel dengan pengecualian mengenai tata cara melangsungkan perkawinan dan hal mencegah perkawinan
_ada ketentuan tambahan untuk golngan T.A Tionghoa yaitu deberlakukan ketentuan mengenai kongsi, adopsi dan bergelijke stand yang berasal dari golongan Tionghoa. Sedang terhadap golongan T.A bukan Tionghoa berdasar S. 1855 – 79 jo. S. 1924 – 557 diperlakukan sebagian dari B.W dan W.v.K : sebagian dari BW yaitu mengenai hukum harta kekayaan dan hukum waris dengan testament.
_bagi golongan T.A bukan Tionghoa berlaku hukum perdata adat dari golongan tersebut. Menurut yurisprudensi, hukum perdata adat itu ialah hukum adat golongan T.A bukan Tionghoa yang tumbuh disni, yitu hukum keluarga dan hukum waris tanpa surat wasiat.
HUKUM PERDATA YG BERLAKU PADA JAMAN HINDIA BELANDA :
  1. Hukum perdata B.V, WvK atau dikenal dengan hukum perdata barat.
  2. Hukum perdata dari golongan Timur Asing yang tumbuh disini
  3. Hukum perdata adat golongan Bumiputera
  4. Fatasierecht yaitu hukum perdata adat ciptaan / konstruksi dari pemerintah Hindu Belanda sendiri, seprti ordonnantie tentang I.M.A ( Indonesische Maatschappij op Aandelen ) atau Maskapai Andil Bumiputera, S. 1939 – 569 : ordonantie tentang perkumpulan koperasi Bumiputera S. 1927 – 91 dan sebagainya
untuk orang – orang Indonesia asli masih dimungkinkan lagi adanya ketentuan untuk meniadakan hukum adatnya yaitu dengan lembaga penundukan diri kepada hukum perdata barat seperti diatur dalam S. 1917 – 12. ( sebagai pelaksanaan dari pasal 131 I.S ayat (4) ).
maka bagi golongan Bumiputera yang secara suka rela menundukkan diri kepada hukum perdata barat berarti terhadapnya diperlakukan hukum perdata barat dan berarti pula meniadakan hukum perdata adat atas dirinya. Disamping berlakukan hukum perdata barat atas diri golongan Bumiputera berdasarkan penundukan diri secara suka rela, dapat pula terjadi atas dasar adanya hubungan hukum campuran atau hubungan hukum intergeniel
Menurut ketentuan S. 1917 – 12, penundukan diri itu ada 4 ( empat ) macam, sebagai berikut: - 
        1     Penundukan diri untuk seluruhnya : berarti atas dirinya berlaku seluruh hukum perdata barat                      dan hukum dagang
2.       Penundukan diri untuk sebagian:  berlakulah seagian hukum perdata berat dan hukum dagang sebagian hukum perdata berat dan hukum dagang, sebagian hukum perdata dimaksudkan ialah bagian tentang hukum harta kekayaan.
3.       Penundukan diri untuk perbuatan tertentu : berlaku ketentuan – ketentuan hukum perdata barat yang mengatur perbuatan – perbuatan hukum tersebut seperti : ketentuan tentang sewa menyewa, ketentuan tentang warisan, jual beli dan sebagainya.
4.       Penundukan diri secara anggapan atau diam – diam : sebenarnya tidak secara sengaja menundukkan dirinya kepada hukum perdata barat, namun karena terhadap perbuatan hukum yang dilakukanoleh golongan Bumiputera itu di dalam hukum adatnya tidak ada aturannya dan hanya diatur dalam hukum perdata barat, maka terhadap perbuatan – perbuatan hukum seperti itu tentu saja diperlakukan hukum perdata barat seperti tentang penerbitan surat – surat berharga ( wissel, aksep dan cheque ) hanya diatur di dalam W.v.K.
setelah Indonesia merdeka keadaan itu ikut terbawa dan berlaku di dalam tata hukum Indonesia, yaitu melalui ketentuan pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 yang menyatakan bahwa:
                “ Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut UUD ini “
pasal II A. P UUD 1945 itu jelas bahwa berlakunya hukum perdata barat ke dalam tatanan hukum Indonesia hanya bersifat sementara sampai diganti dengan yang baru oleh bangsa Indonesia sendiri, serta sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa UUD 1945 dan falsafah Pancasila.




Dari segi ilmu pengetahuan hukum maka hukum perdata dibagi menjadi beberapa bagian :
  1. Hukum perorangan / badang pribadi ( Personenrecht )
  1. Hukum keluarga ( Famillierecht )
  2. Hukum harta kekayaan ( Vermogensrecht )
  1. Hukum waris ( Erfrecht )
Sedang berdasarkan sistimatika KUPerd./B.W terdapat bagian – bagian sebagai berikut :
  1. Buku 1 berisi perihal orang ( van personen )
  1. Buku 2 berisi perihal benda ( van zaken )
  2. Buku 3 berisi perihal perikatan ( van verbintenissen )
  1. Buku 4 berisi perihal pembuktian dan kedaluwarsaan ( Bewijs en verjaring ).
buku ke 1, 2 dan 3 berisi ketentuan – ketentuan hukum perdata materiil, sedang buku 4 berisi ketentuan – ketentuan hukum perdata materiil sedang buku 4 berisi ketentuan hukum perdata formil.
Dilihat dari perkembangan hukum perdata di Indonesia sekarang menunjukkan tendensi untuk membidangkanisinya menjadi bagian – bagian sebagai berikut :
  1. Bidang hukum keluarga
  2. Bidang hukum waris
  3. Bidang hukum benda
  4. Bidang hukum jaminan
  5. Bidang hukum perikatan ( umum )
  6. Bidang hukum badan hukum
  7. Bidang hukum perjanjian khusus





Hukum perorangan / badan pribadi memuat antara lain ketentuan / peraturan – peraturan tentang kecakapan atau kemampuan untuk memiliki hak – hak dan kecakapan untuk melakukan sendiri pelaksanaan dari hak – hak tersebut dan selanjutnya hal – hal yang mempengaruhi kecakapan – kecakapan itu.
Orang atau Badan Pribadi  dimaksud disini ialah subyek didalam hukum atau pendukung hak / kewajiban. Yang dapat menjadi subyek hukum ialah :
        1.Manusia ( naturlijke persoon )
Criteria Orang yg dianggap tidak cakap melakukan perbuatan-perbuatan hokum :
     * Orang – orang yang belum dewasa
      *Orang – orang yang terganggu jiwanya
     *Seorang perempuan yang bersuami
                             2.Badan Hukum ( rechtspersoon ) : merupakan subyek di dalam hukum yang berarti pula dapat melakukan perbuatan – perbuatan hukum sebagaimana halnya dengan manusia. Tentang badan hukum ini dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
        Badan hukum publik seperti negara, propinsi dan sebagainya
        Badan hukum keperdataan seperti perseroan terbatas, yayasan dan sebagainya
Teori  yang menjelaskan kedudukan badan hokum sejajar dengan manusia sebagai subjek hokum :
1.Teori fictie yang diajarkan oleh Von Savigny : Bahwa adanya badan hukum itu merupakan anggapan saja ( fictie ) yang diciptakan oleh negara ( yang berwenang ) sebab sebenarnya badan atau perkumpulan atau organisasi itu tidak mempunyai kekuasaan utnuk menyatakan kehendaknya sendiri, seperti halnya dengan manusia sehingga badan hukum bila akan bertindak untuk melaksanakan kehendaknya harus dengan perantaraan wakilnya yaitu alat perlengkapannya misalnya Direktur atau Pengurus dalam suatu Perseroan Terbatas atau Koperasi.
2. Teori kekayaan dari Brinz, van der Heijden : Adanya badan hukum diberi kedudukan sbagai “ Orang “ disebabkan badan ini mempunyai hak dan kewajiban yaitu hak atas harta kekayaan dan dengan harta kekayaan itu memenuhi kewajiban – kewajibannya kepada pihak ke 3. oleh karena badan tersebut memiliki hak / kewajiban, maka berarti ia merupakan pendukung atau penyandang hak dan kewajiban yang bearti ia adalah subyek hukum ( subjectum juris ). Kekayaan yang dimiliki badan hukum tesbut baisanya berasal dari kekayaan seseorang yang dipisahkan atau disendirikan dari kekayaan orang yang bersangkutan dan diserahkan kelpada badan itu seperti pada yayasan, Perusahaan Negara dan sebagainya
3. Teori organ ( orgaanen theorie ) diajarkan oleh von Gierke :               Menurut teori orgaan badan hukum itu merupakan suatu kenyataan seperti manusia dan bukan merupakan anggapan ( fictie ) saja. Oleh karena badan hukum itu seperti manusia maka ia juga mempunyai alat kelengkapan atau organ sebagaimana organ tubuh manusia seperti alat berpikir alat untuk berbuat / bertindak dan sebagainya.
4. Teori pemilikan bersama dari Planol, Molengraaff dan Star Busman : Menurut teori ini badan hukum itu sebenarnya adalah merupakankumpulan dari manusia sehingga kepentingan – kepentingan atau pemilikan dari badan hukum itu sebenarnya tiada lain adalah kepentingan atau pemilikan dari manusia – manusia itu selaku anggota dari perkumpulan badan tersebut
5. Teori realita yuridis dari Suyling dan Scholten: Menurut penganjurannya badan hukum itu disamakan dengan manusia adalah suatu kenyataan yuridis atau realita juridis, yaitu suatu fakta yang diciptakan oleh hukum, jadi adanya badan hukum itu karena ditentukan oleh hukum sebagai demikian. Seperti yang terjadi di Indonesia misalnya berdasarkan hukum yang belaku Perseroan Terbatas dan Koperasi se – organisasi atau kumpulan yang diberi kedudukan sebagai badan hukum setelah memenuhi syarat – syarat tertentu. Namun persekutuan dengan firma dan persekutuan komanditer bukan merupakan badan hukum karena hukum di Indonesia menentukan demikian ( vide pasal 18 KUHD
untuk menjadi badan hukum, badan / organisasi / perkumpulan harus memenuhi syarat – syarat sebagai berikut :
        Mempunyai kekayaan sendiri yang terpisah dari kekayaan anggota – anggotanya
        Disyahkan oleh yang berwenang
        Mempunyai tujuan tertentu











HUKUM KELUARGA :
Bagian kedua dari isi hukum perdata
“ Hukum Keluarga ” yaitu aturan – aturan hukum yang mengatur hubungan hukum yang terjadi sebagai akibat adanya perkawinan / pernikahan. Oleh karena itu maka dalam hukum keluarga diatur antara lain tentang :
l  Perkawinan / pernikahan
l  Perceraian
l  Kekuasan orang tua
l  Kedudukan anak
l  Perwalian ( voogdij )
l  Pengampunan ( curatele )
Di Indonesia peraturan yang mengatur tentang perkawinan sekarang ialah Undang – Undang nomor 1 tahun 1974 L.N 1974 – 1 tertanggal 02 Januari 1974. dengan berlakunya UU no. 1 tahun 1974 maka peraturan – peraturan tentang perkawinan sebagaimana termuat di dalam B.W ( KUHPerd, HOCI Huwelijke Ordonanntie Chrissten Indonesiers ) S 1933 – 75 dan Ordonansi perkawinan campuran S 1898 – 158 sepanjang telah diatur dalam UU no. 1 tahun 1974 dinyatakan tidak berlaku
Dalam pasal 2 ayat ( 1 ) UU no. 1 tahun 1974 dinyatakan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing – masing agamanya dan kepercayaannya. Undang – Undang pokok perkawinan itu pada prinsipnya menganut asas monogami. Selanjutnya di dalam pasal 6 UU no. 1 tahun 1974 ditentukan pula bahwa syarat – syarat perkawinan adalah sebagai berikut :
  1. Perkawinan harus atas persetujuan kedua calon mempelai
  1. Untuk melangsungkan perkawinan seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat ijin dari kedua orang tuanya.
  2. Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya maka ijin cukup diperoleh dari orang tua yang masih hidup dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya
  3. Dalam hal keuda orang tua telah meninggal dunia atau tidak mampu menyatakan kehendaknya ijin diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis lurus ke atas.
Larangan – larangan bagi seorang pria dan seorang wanita untuk melangsungkan perkawinan diatur dalam pasal 8 UU no. 1 tahun  1974  antara lain sebagai berikut
  1. Ada hubungan darah dalam garis keturunan ke bawah atau ke atas
  2. Ada hubungan darah dalam garis keturunan menyamping
  3. Ada hubungan dara semenda yaitu mertua, anak tiri, menantu dan bapak / ibu tiri
  4. Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku dilarang kawin
Tentang kekuasaan orang tua, di dalam B.W / KUHPerd. Diatur pada BK 1 Titel XIV, sedang dalam UU no. 1 tahun 1974 L.N 1974 – 1 diatur dalam pasal – pasal 45 sampai 49. hubungan antara orang tua dengan anak – anaknya merupakan hubungan hukum juga yaitu suatu hubungan hukum yang terletak dalam hukum keluarga.
Oleh karena merupakan hubungan hukum maka timbul adanya hak dan kewajiban antara keduanya seperti yang diatur dalam KUHPerd. Pasal 298 atau UU no. 1 tahun 1974 pasal 45 dan 46 yaitu bahwa orang tua wajib memelihara dan mendidik anak – anaknya yang belum dewasa serta sebaliknya setiap anak wajib menghormati dan mematuhi orang tuanya.
Kewajiban orang tua untuk memeri nafkah kepada anak – anaknya disebut kewajiban alimentasi. Dengan demikian maka kekuasaan orang tua itu berlaku selama ayah dan ibunya masih dalam ikatan perkawinan dan selama anak – anaknya masih belum dewasa ( vide pasal 299 KUHPerd. / pasal 47 – UU no. 1 tahun 1974 ).
Kekuasaan orang tua dapat berhenti apabila :
  1. Anak – anak telah dewasa atau telah kawin / menikah sebelum usia dewasa (c.q. mencapai umur 18 tahun )
  2. Perkawinan orang tuanya putus
  3. Kekuasaan orang tua dicabut oleh pengadilan karena
        Telah menyalah gunakan kekuasaan orang tua atau terlalu mengabaikan kewajibannya memelihara atau mendidik anaknya
        Berkelakuan buruk sekali
        Telah mendapat hukuman yang telah menjadi tetap
Sedang putusan perkawinan dapat disebabkan oleh karena :
l  Kematian
l  Perceraian
l  Putusan Pengadilan
Perwalian ( voogdij ) merupakan pengawasan terhadap anak – anak yang belum dewasa yang tidak beada dalam kekuasaan orang tuanya. Didalam perwalian seorang wali mempunyai kewajiban mengurus harta kekayaan si anak yang berada dalam pengawasannya dengan baik dan bertanggung jawab atas kerugian – kerugian yang timbul sebagai akibat pengurusannya tidak baik. Selanjutnya apabila si anak telah menjadi dewasa maka wali wajib mempertanggung jawabkan tugasnya kepada anak tadi.
Dalam hukum perdata, perwalian ( voogdij ) telah dikenal ada 3 ( tiga ) macam yaitu :
  1. Perwalian menurut Undang – Undang ( wettelijke voogdij ) ialah perwalian dari orang tua yang masih hidup setelah salah seorang meninggal dunia terlebih dahulu.
  2. Perwalian dengan wasiat (testamentaire voogdij ) ialah perwalian yang ditunjuk dengan surat wasiat ( testamen ) oleh salah seorang dari orang tuanya.
  3. Aditive voogdij ialah perwalian yang ditunjuk oleh hakim (pengadilan).
di dalam hukum keluarga di atur pula tentang Pengampuan ( curatele ) yaitu pengawsan terhadap orang – orang yang sudah dewasa tetapi karena sakit ingatan karena orang tersebut sebagai pemboros sehingga tidak dapat mengurus kepentingannya sendiri sebagai mana mestinya.















HUKUM HARTA KEKAYAAN
Bagian ketiga  dari kitab undang-undang hokum perdata
“Hukum Harta Kekayaan” yaitu suatu peraturan – peraturan yangmengatur hubungan hukum antara orang denga benda atau sesuatu yang dapat dinilai dengan uang. Hukum harta kekayaan itu dibagi menjadi 2 bidang yaitu :
  1. Hukum Kebendaan ialah aturan – aturan yang mengatur hubungan antara orang dengan kebendaan.
  2. Hukum Perikatan ialah aturan – aturan yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain di dalam lapangan harta kekayaan dimana pihak yang satu mempunyai hak menuntut suatu prestasi dari pihak lainnya yang wajib memenuhi tuntutan itu.
Sistimatika hukum kebendaan yang dipergunakan di dalam buku II KUHPerd. Itu menggunakan sistem yang tertutup artinya orang tidak diperkenankan untuk menciptakan hak kebendaan lain selain apa yang sudah ada di dalam buku II tersebut
pengertian tentang hak kebendaan yaitu suatu hak yang diberikan kepada seseorang yang memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda yang dapat dipertahankan terhadap setiap orang
Hak kebendaan dapat dibagi menjadi 2 sebagai berikut :
  1. Hak kebendaan yang memberikan kenikmatan. Misalnya : hak eigendom, hak erfpacht, hak opstal dan sebagainya.
  2. Hak kebendaan yang memberikan jaminan. Misalnya : hak gadai / pand dan hak hipotik.
Disamping hak kebendaan di dalam hukum perdata mengenal pula adanya pembagian benda bermacam – macam seperti :
       1.Benda berujud yaitu benda – benda yang dapat dilihat dan diraba dengan panca indera, misalnya meja, kursi, perhiasan dan sebagainya,
      2.benda idak berujud yaitu benda – benda yang tidak dapat dilihat secara inderawi dan ini biasanya disebut dengan istilah “Hak” seperti hak – hak atas tagihan.
Benda begerak atau benda tidak tetap (roerende goederen)  termasuk di dalamnya ialah:
      #benda bergerak karena sifatnya ialah benda yang menurut sifatnya dapat dipindah – pindahkan dengan tanpa merubah bentuknya. Misalnya alat – alat perabot rumah – tangga, perhiasan – perhiasan dan sebagainya.
      # benda bergerak karena ketentuan Undang – Undang. ialah suatu benda yang oleh Undang – Undang ditetapkan menjadi benda bergerak seperti hak penagihan atas sejumlah uang atau atas suatu benda bergerak ( hak atas sebuah karangan = auteursrecht dan hak atas suatu penemuan = ocrooirecht)


 Benda tidak bergerak atau benda tetap (onroerende goederen) dapat digolongkan menjadi :
l  Benda tidak bergerak karena sifatnya seperti tanah, dan segala yang melekat di atasnya.
l  Benda tidak bergerak tujuan pemakaiannya seperti mesin – mesin pabrik.
l  Benda tidak bergerak karena Undang – undang seperti hak erfpacht, hak opstal dan lain sebagainya.
Pembagian benda menjadi benda bergerak dan tidak bergerak itu mempunyai arti penting di dalam empat hal yaitu :
l  Peralihannya
l  Pembebanannya
l  Bezit
l  Veryaring
Perlu diingat bahwa tentang isi buku ke II KUHPerd ini pada saat sekarang berlakunya tidak sepenuhnya kerna sebagian dari isinya khususnya yang mengenai tanah telah dihapuskan dengan Undang – Undang no. 5 tahun 1960 L.N 1960 – 104 pada tanggal 24 September 1960.













HUKUM PERIKATAN
perikatan ini dalam KUHPerd. ( B.W. ) dimuat pada buku III.
Perkataan perikatan disini mempunyai arti yang lebih luas dari pada perjanjian karena didalam Bk III KUHPerd. Selain perikatan yang timbul dari perjanjian diatur juga perikatan yang timbul dari Undang – Undang. Meskipun demikian sebagian besar dari BK III KUHPerd. Pengaturannya ditujukan kepada perikatan – perikatan yang timbul dari perjanjian, sehingga BK III itu berisi hukum perjanjian
Perikatan ialah suatu perhubungan antara dua orang atau dua pihak berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, yang berkewajiban memenuhi tuntutan itu
Jadi di dalam BK III KUHPerd. Itu diatur tentang hubungan hukum antara orang dengan orang meskipun yang menjadi obyeknya juga benda. Lain halnya apa yang diatur didalam BK II KUHPerd. Ialah perhal hubungan hukum antara orang dengan benda ( hak – hak kebendaan ).
Obyek dari perikatan yaitu yang merupakan hak dari kreditur dan kewajiban dari debitur, umumnya dinamakan prestasi. Prestasi itu dapat berupa :
    1. Memberikan sesuatu
    2. Melakukan perbuatan
    3. Tidak melakukan suatu perbuatan
Dimana pihak yang berhak menuntut suatu prestasi dinamakan pihak berpiutang atau kreditur, sedang pihak yang bekewajiban memenuhi tuntutan prestasi itu dinamakan pihak berutang atau debitur
Akta cessie  adalah  akta authentick maupun akta onderhands, dimana dinyatakan bahwa pituang itu telah dipindahkan kepada seseorang. Berdasar atas ketentuan pasal 613 ayat 2 KUHPerd
Untuk menghindari formalitas daripada akta cessie. Maka dapat dibuat surat pengakuan utang dengan mencantumkan perkataan “ aan toonder “ atau atas tunjuk “ aan order “ atau atas pengganti. Surat pengakuan utang aan toonder dapat diperalihkan dengan cara dari tangan ke tangan yaitu hanya dengan menyerahkan suratnya saja sedang surat pengakuan hutang yang aan order cara peralihannya selain dengan pernyataan penyerahan hak yang ditanda tanganinya disebaliknya surat tersebut yaitu yang dinamakan endosemen, harus juga dengan penyerahan surat tersebut.



Sumber – sumber daripada Perikatan:
Oleh pasal 1233 KUHPerd. Dikatakan bahwa perikatan itu diterbitkan atau ditimbulkan oleh :
        Adanya Undang – Undang
        Adanya Perjanjian

 pasal 1352 KUHPerdata : Perikatan yang terbit karena undang – undang dapat ditimbulkankarena undang – undang saja atau dari undang – undang sebagai akibat perbuatan orang
pasal 1353 KUHPerdata : Dikatakan bahwa perikatan yang terbit dari undang – undang sebagai akibat perbuatan orang, dapat timbul karena perbuatanmenurut hukum dan karena perbuatan yang melawan hukum
pasal 1354 KUHPerd yang didalam ilmu pengetahuan hukum dinamakan “ Zaakwaarneming :
Perikatan yang terbit dari undang – undang karena perbuatan orang yang menurut hukum dapat terjadi bila seseorang dengan sukarela dengan tidak mendapat kuasa untuk itu mewakili urusan orang lain dengan atau tanpa sepengetahuan orang itu yaitu orang lain yang diwakilinya. Maka diwajibkan bagi orang melakukan pengurusan untuk meneruskan serta menyelesaikan urusan tersebut sapai orang yang diwakili kepentingannya dapat menyelesaikan sendiri urusannya
pasal 1365 KUHPerdata : perikatan yang terbit dari undang – undang karena perbuatan yang melawan hukum
onrechtmatiegedaad :  ialah istilah Perbuatan melawan hokum
Onrechmatigedaad itu mempunyai 2 arti :
>> syarat pertama, arti yang sempit yang menganggap bahwa onrechtmatiegedaad hanyalah perbuatan – perbuatan yang melawan atau bertentangan dengan undang – undang saja
Jadi untuk sahnya suatu perjanjian itu harus memenuhi syarat – syarat seperti yang diatur oleh pasal 1320 KUHPerdata
Kemauan yang bebas untuk mengadakan suatu perjanjian yang sah dianggap tidak ada, apabila kata sepakat itu diberikan atau terjadi karena adanya kekhilafan, penipuan, atau paksaan ( asal 1321 KUHPerdata)
Kekhilafan dapat terjadi mengenai orang atau mengenai barang yang menjadi pokok atau tujuan dari pihak – pihak yang mengadakan perjanjian ( pasal 1322 KUHPerdata)


>>Syarat yang kedua: ialah adanya kecakapan dari pihak untuk saling membuat suatu perikatan
pasal 1329 KUHPerd. Dinyatakan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan – perikatan, jika ia oleh undang – undang tidak dinyatakan tidak cakap.
pasal 1330 KUHPerd, mereka itu ialah orang – orang yang belum dewasa, mereka yang ditaruh di bawah pengampunan.
>>Syarat ketiga: ialah bahwa perjanjian itu harus mengenai sesuatu hal yang tertentu, dalam hal ini yang dimaksudkan ialah mengenai obyek dari perjanjian atau pokok perjanjian
pasal 1333 KUHPerd, suatu perjanjian harus mempunyai pokok suatu barang yang sedikit sudah ditentukan.
pasal 1334 KUHPerd. Dinyatakan pula bahwa barang – barang yang baru akan ada dikemudian hari dapat menjadi pokok suatu perjanjian
>>Syarat keempat: ialah mengani causa yang dihalalkan yang dimaksud dengan causa itu ialah isi dan tujuan dariada perjanjian itu sendiri

Pada umumnya jenis / macam – macam perikatan itu adalah :
1.Perikatan bersyarat dan perikatan dengan ketetapan waktu:
pasal 1253 KUHPerd. Dinyatakan suatu perikatan adalah besyarat, apabila ia digantungkan pada suatu peristiwa yang masih akan datang dan yang belum tentu akan terjadi, baik secara menangguhkan perikatan sehingga terjadinya peristiwa tersebut maupun secara membatalkan perikatan menurut terjadi atau tidaknya peristiwa itu.
ukuran atau criterium dari pelaksanaan perikatan yaitu adanya syarat terjadinya atau tidak terjainya suatu peristiwa yang belum tentu akan terjadi
dilihat dari isi pasal 1253 KUHPerd itu maka syarat di situ ada dua macamnya yaitu syarat tangguh atau syarat menunda dan syarat membatalkan
2.Perikatan alternatif dan fakultatif:
ialah suatu perikatan dimana si berutang dapat memilih pelaksanaan pemenuhan satu di antara dua atau beberapa prestasi yang ditentukan. Dan dengan pelaksanaan pemenuhan satu dari antara beberapa prestasi itu maka perikatan menjadi berakhir.



3.Perikatan yang dapat dibagi – bagi dan yang tidak dapat dibagi – bagi
pasal 1296 KUHPerd suatu perikatan dapat dibagi – bagi atau tidak dapat dibagi – bagi tergantung dari prestasinya itu penyerahannya dan pelaksanaannya dapat dibagi – bagi atau tidak, baik secara nyata atau secara perhitungan.
4.Perikatan tanggung – renteng atau solider
pasal 1278 KUHPerd yang mengatur sebagai berikut :
                “ Suatu perikatan tanggung menanggung atau perikatan tanggung renteng terjadi antara beberapa orang berpiutang, jika di dalam perjanjian secara tegas kepada masing – masing diberikan hak untuk menuntut pemenuhan seluruh hutang, sedang pembayaran yang dilakukan kepada salah satu membebaskan orang yang berhutang .....................”
perikatan tanggung renteng yang aktif :  di dalam perikatan tesebut terdapat beberapa orang kreditur yang berhadapan denga seorang debitur.
perikatan tanggung renteng yang pasif  :  suatu perikatan yang terjadi antara seorang berpiutang dengan beberapa orang yang berhutang, dimana masing – masing orang berhutang itu dapat dituntut untuk pemenuhan suatu prestasi oleh si berpiutang dan pembayaran oleh salah serang berhutang membebaskan si berhutang lainnya dari tuntutan si berpiutang
kitab Undang – Undang Hukum Perdata ketentuan tentang perikatan tanggung renteng yang pasif dapat dijumpai pada pasal 1280.
Perikatan tanggung menanggung itu disamping timbulnya karena perjanjian, dapat juga timbul dari ketentuan Undang – Undang ps. 1282 KUHPerd.
Cara – cara hapusnya perikatan:
dalam pasal 1381 KUHPerd. Bab IV BK III, yang menyebutkan bahwa perikatan itu hapus karena :
l  Pembayaran
l  Penawaran pembayaran diikuti penitipan
l  Pembaharuan hutang ( novasi )
l  Kompensasi
l  Pencampuran hutang
l  Pembebasan hutang
l  Musnahnya barang yang berutang
l  Pembatalan perjanjian
l  Syarat yang membatalkan
l  Lewatnya waktu / kadaluarsa
Sedang perjanjian itu dapat hapus karena:
  1. Ditentukan dalam perjanjian oleh para pihak
  2. Undang – Undang menentukan batas berlakunya perjanjian
  3. Pernyataan dari pihak – pihak atau salah satu pihak untuk menghentikan perjanjian
  4. Putusan hakim / pengadilan
  5. Tujuan perjanjian telah tercapai

















HUKUM WARIS
Bagian hukum perdatayang keempat ialah yang di dalam KUHPerd dimasukkan pada BK II tentang hukum benda.
Dalam hukum waris berlaku suatu asas bahwa hanyalah hak – hak dan kewajiban – kewajiban dalam lapangan hukum kekayaan saja yang dapat diwaris dengan perkataan lain hanyalah hak – hak dan kewajiban – kewajiban yang dapat dinilaikan dengan uang
Hukum waris itu ada asasnya hanya mengatur 4 ( empat ) hal, yaitu :
  1. Siapa – siapa yang tergolong sebagai ahli waris
  2. Penggolongan ahli waris dan urutannya di antara mereka
  3. Berapa bagian masing – masing ahli waris
  4. Apa saja yang dapat dipesankan oleh seorang bila ia meninggal dan batas – batas kekuasaan seseorang untuk membuat pesan – pesan tentang harta peninggalan.
hukum waris ini kita harus bicarakan sesuai dengan adanya golongan warganegara Indonesia, sebagaimana penggolongan yang ditentukan oleh pasal 163 I.S              ( = Indische Staatsregeling ) sebagai berikut :    Hukum waris bagi bangsa Indonesia asli pada prinsipnya dikuasai oleh hukum adat, disamping ada beberapa daerah di mana Hukum Adatnya telah menganut hukum Islam
Perbedaan yang pokok nampak antara hukum waris adat dengan hukum Islam ialah
  1. Bahwa di dalam hukum adat bagian seorang laki – laki dan seorang perempuan adalah sama, sedang menurut hukum Islam bagian seorang laki – laki dua kali bagian seorang perempuan.
  2. Bahwa di dalam hukum adat seorang anak angkat mempunyai kedudukan yang sama dengan anak sah dan di dalam soal warisan juga diperlakukan sama, sedang di dalam hukum Islam tidak dikenal pengangkatan anak dengan segala akibatnya itu.
  3. Bahwa di dalam hukum Islam seorang janda harus diberi warisan dari harta peninggalan suaminya namun di dalam hukum adat soerang janda bukan waris, tetapi berhak sebagai isteri untuk mendapat nafkah seumur hidup untuk itu ia dapat juga diberi bagian sekaligus dari harta peninggalan suaminya.
Hukum waris bagi warga negara Indonesia keturunan Tionghoa dan Eropa dikuasi oleh Buku II KUHPerd. Perihal Warisan Titel 12 s/d Titel 18 sedang untuk warga negara Indonesia keturunan Timur Asing bukan Tionghoa dikuasai oleh hukum asli mereka masing – masing, serta berlaku pula untuk mereka Buku II KUHPerd. Titel 13 dan Titel 14 mengenai hal pembuatan wasiat atau testament.


Perbedaan pokok sifat hukum waris Barat dan hukum waris Adat adalah :
Hukum waris menurut hukum perdata Barat mengenal dua macam hak waris yaitu :
    1. Mewaris menurut Undang – Undang ( ab in testato )
    2. Mewaris menurut wasiat (testament ).
# Ini menurut KUHPerd. Berarti ada kemungkinan untuk menunjuk seorang yang sama sekali bukan keluarga menjadi ahli waris dengan hak – hak dan kewajiban – kewaiban seperti ahli waris biasa menurut Undang – Undang. Halyang demikian ini tidak dikenal di dalam sistem hukum Adat
#  Lagi pula di dalamhukumperdata Barat ada kemungkinan bagi seseorang ahli waris untuk menolak warisan dimana di dalamhukum adat meaupun dalam hukum Islam juga tidak dikenal. Hukum waris menurut Adat itu bersendikqan atas prinsip – prinsip yang timbul dari alirang – aliran pikiran yang komunal dan konkrit dari bangsa Indonesia 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar