Hukum
perdata ialah
rangkaian dari aturan – aturan hukum yang mengatur hubungan – hubungan hukum
antara orang yang satu dengan orang yang lain di dalam masyarakat
Hukum perdata
bersama dengan hukum dagang digolongkan sebagai “Hukum Privat“ yaitu sebagai hukum
yang mengatur kepentingan perseorangan.Hukum dagang sebenarnya merupakan hukum perdata khusus yaitu hubungan –
hubungan hukum keperdataan
yang terletak dalam dunia perniagaan. Hubungannya dengan hukum perdata
merupakan hubungan antarahukum umum dengan hukum khusus ( vide pasal 1 KUHD )
Pengertian hokum perdata :
-
Hukum
perdata materiil ialah hukum perdata yang membebankan hak dan kewajiban dari
perseorangan yang satu terhadap orang yang lainnya di dalam pergaulan hidup
masyarakat dan di dalam hubungan kekeluargaan.
-
hukum
perdata formil ialah serangkaian dari aturan – aturan hukum yang mengatur
cara – cara bagaimana orang mempertahankan hukum perdata materiil bila terjadi
pelanggaran.
Cara mempertahankan hokum perdata
: dengan perantaraan hakim atau pengadilan
dengan perantaraan wasit atau arbiter dan sebagainya.
Cara orang mempertahankan hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim
atau pengadilan disebut acara perdata
Aturan – aturan hukum acara perdata :
HIR ( Herziene Indonesisch Reglement ), Undang – Undang no. 14 tahun 1970
D.N 1970 – 74 tentang ketentuan – ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, RBg
(Rechtsreglement Buitengewesten) S. 1927 -227 dan sebagainya.
peraturan – peraturan hukum perwasitan atau arbitrage yaitu aturan yang
mengatur bagaimana cara – cara mempertahankan hukum perdata materiil melalui
proses perwasitan, dan ini juga tergolong sebagai hukum perdata formil :
-
Rv (
Reglement op de Burgelijke Rechtsvordering ) pasal – pasal 615 sampai dengan
651,
-
Undang
– Undang Mahkamah Agung no. 1 tahun 1950 pasal 15, 108 – 111 dan juga terdapat
dalam Undang – Undang no. 22 tahun 1957 tentang penyelesaian Perselisihan
Perburuhan, dikenal adanya perwasitan
-
SK
KADIN no. SKEP / 152 / DPH / 1977 tertanggal 30 November 1977 tentang pendirian
BANI ( Badan Arbitrase Nasional Indonesia ) yaitu suatu badan yang berwenang
menyelesaikan sengketa – sengketa yang timbul dalam dunia perniagaan
Hukum acara perdata
mengatur cara - cara :
l Bagaimana suatu perkara perdata diajukan
ke pengadilan.
l Bagaimana dilakukannya permeriksaan
perkara di muka pengadilan hingga dijatuhkannya putusan hakim.
l Bagaimana menjalankan putusan hakim.
Keadaan Hukum Perdata di Indonesia bisa dikatakan dalam keadaan pluralistis sebab dalam kenyatannya sampai saat ini
masih berlaku lebih dari dua macam hukum perdata di dalam tatanan hukum
Indonesia seperti hukum perdata Barat ( hukum tidak tertulis ) dari orang –
orang Indonesia asli dan hukum adat dari golongan Timur Asing ( hukum asli bagi
orang – orang Tionghoa, Arab dan lain) Pluralisme hukum prdata dan terjadinya penggolongan penduduk
pada waktu yang lalu bersumber dari ketentuan pasal 163 Indische Staatsregeling
dan pasal 131 Indische Staatsregelingbagainya ).
untuk mengisi kekosongan hukum maka hukum perdata yang lama dibiarkan tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa Undang – Undang Dasar 1945 dan
dasar falsafat bangsa Indonesia yaitu Pancasila ( vide pasal II Aturan
Peralihan UUD 1945 ).
Pasal 163 I.S suatu pasal yang mengadakan pembedaan golongan penduduk
menjadi 3 ( tiga ) golongan yaitu :
A. Golongan Eropa, yang termasuk golongan Eropa ialah :
- Semua orang Belanda
- Semua orang yang berasal dari Eropa
tetapi tidak termasuk orang Belanda
- Semua orang Jepang ( berdasarkan
perjanjian dagang antara Belanda dengan Jepang tahun 1896 – S. 1898 – 49
)
- Semua orang yagn berasal dari tempat
lainyang di negerinya hukum keluarganya berasaskan yang sama degan hukum
keluarga Belanda
- Anak – anak sah atau yang diakui
menurut ketentuan UU dari no. 2, 3, dan 4 yang lahir di Hindia Belanda
- Golongan Bumiputera, yaitu semua
orang asli dari Hinda Belanda ( sekarang Indonesia ).
- Golongan Timur Asing, yaitu semua
orang yang bukan golongan Eropa dan bukan golongan Bumiputera. Golongan
Timur Asing dibedakanmenjadi golongan T.A Tionghoa dan T.A bukan Tionghoa
( seperti orang – orang yang berasal dari India, Arab, Afrika dan
sebagainya ).
pasal 131 I.S adalah ketentuan yang memperlakukan antara lain hukum perdata
bagi golongan – golongan penduduk dan demikian pula menjadikan hukum perdata
yang berlaku bagi golongan penduduk tersebut berbeda – beda sehingga menjadikan
adanya sistem hukum yang bersifat pluralistis di dalam lapangan hukum perdata
Bagaimanakah terjadinya pluralisme dalam hukum perdata itu ?
- Berdasarkan ketentuan pasal 131 I.S
ayat ( 2 ) sub a, bagi golongan Eropa di Hindia Belanda diperlakukan hukum perdata yang konkor
dan dengan negeri Belanda. Hal itu berarti bagi golongan Eropa
diperlakukan hukum perdata yang telah dikodifikasikan ke dalam Burgerlijk
Wetboek ( B.W ) dan Wetboek van Koophandel ( W.v.K ) yang mulai berlaku di
Hindia Belanda sejak tanggal 1 Mei 1848.
- B.Sedang hukum perdata bagi golongan
Bumiputera tetap beraku hukum perdata adat yaitu hukum perdata yang tidak
tertulis ( vide pasal 131 I.S ayat ( 2 ) sub. b jo. Pasal 131 L.S ayat ( 6
) ).
- C. Bagi golongan Timur Asing terdapat
adanya perbedaan antara golongan T.A. Tionghoa dengan golongan T.A bukan
Tionghoa, sebagai berikut :
_Untuk golongan T.A Tionghoa semenjak tahun 1917 dengan S. 1917 – 129 jo. S.
1924 – 557 diperlakukan seluruh hukum perdata dan hukum dagang yang sama dengan
golongan Eropa yaitu Bergelijk Wetboek dan Wetboek van Koophandel dengan
pengecualian mengenai tata cara melangsungkan perkawinan dan hal mencegah
perkawinan
_ada ketentuan tambahan untuk golngan T.A Tionghoa yaitu deberlakukan
ketentuan mengenai kongsi, adopsi dan bergelijke stand yang berasal dari
golongan Tionghoa. Sedang terhadap golongan T.A bukan Tionghoa berdasar S. 1855
– 79 jo. S. 1924 – 557 diperlakukan sebagian dari B.W dan W.v.K : sebagian dari
BW yaitu mengenai hukum harta kekayaan dan hukum waris dengan testament.
_bagi golongan T.A bukan Tionghoa berlaku hukum perdata adat dari golongan
tersebut. Menurut yurisprudensi, hukum perdata adat itu ialah hukum adat
golongan T.A bukan Tionghoa yang tumbuh disni, yitu hukum keluarga dan hukum
waris tanpa surat wasiat.
HUKUM PERDATA YG BERLAKU PADA JAMAN HINDIA BELANDA :
- Hukum perdata B.V, WvK atau dikenal
dengan hukum perdata barat.
- Hukum perdata dari golongan Timur
Asing yang tumbuh disini
- Hukum perdata adat golongan
Bumiputera
- Fatasierecht yaitu hukum perdata adat
ciptaan / konstruksi dari pemerintah Hindu Belanda sendiri, seprti
ordonnantie tentang I.M.A ( Indonesische Maatschappij op Aandelen ) atau
Maskapai Andil Bumiputera, S. 1939 – 569 : ordonantie tentang perkumpulan
koperasi Bumiputera S. 1927 – 91 dan sebagainya
untuk orang –
orang Indonesia asli masih dimungkinkan lagi adanya ketentuan untuk meniadakan
hukum adatnya yaitu dengan lembaga penundukan diri kepada hukum perdata barat
seperti diatur dalam S. 1917 – 12. ( sebagai pelaksanaan dari pasal 131 I.S
ayat (4) ).
maka bagi
golongan Bumiputera yang secara suka rela menundukkan diri kepada hukum perdata
barat berarti terhadapnya diperlakukan hukum perdata barat dan berarti pula
meniadakan hukum perdata adat atas dirinya. Disamping berlakukan hukum perdata
barat atas diri golongan Bumiputera berdasarkan penundukan diri secara suka
rela, dapat pula terjadi atas dasar adanya hubungan hukum campuran atau
hubungan hukum intergeniel
Menurut ketentuan
S. 1917 – 12, penundukan diri itu ada 4 ( empat ) macam, sebagai berikut:
-
1 Penundukan diri untuk seluruhnya : berarti atas dirinya berlaku seluruh hukum perdata
barat dan hukum dagang
2. Penundukan diri untuk sebagian: berlakulah seagian hukum perdata berat dan hukum dagang sebagian hukum
perdata berat dan hukum dagang, sebagian hukum perdata dimaksudkan ialah bagian
tentang hukum harta kekayaan.
3. Penundukan diri untuk perbuatan tertentu
: berlaku
ketentuan – ketentuan hukum perdata barat yang mengatur perbuatan – perbuatan
hukum tersebut seperti : ketentuan tentang sewa menyewa, ketentuan tentang
warisan, jual beli dan sebagainya.
4. Penundukan diri secara anggapan atau diam
– diam : sebenarnya
tidak secara sengaja menundukkan dirinya kepada hukum perdata barat, namun
karena terhadap perbuatan hukum yang dilakukanoleh golongan Bumiputera itu di
dalam hukum adatnya tidak ada aturannya dan hanya diatur dalam hukum perdata
barat, maka terhadap perbuatan – perbuatan hukum seperti itu tentu saja
diperlakukan hukum perdata barat seperti tentang penerbitan surat – surat
berharga ( wissel, aksep dan cheque ) hanya diatur di dalam W.v.K.
setelah Indonesia
merdeka keadaan itu ikut terbawa dan berlaku di dalam tata hukum Indonesia, yaitu melalui
ketentuan pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 yang menyatakan bahwa:
“ Segala badan negara dan
peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut UUD ini “
pasal II A. P UUD
1945 itu jelas bahwa berlakunya hukum perdata barat ke dalam tatanan hukum
Indonesia hanya bersifat sementara sampai diganti dengan yang baru oleh bangsa
Indonesia sendiri, serta sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa UUD 1945 dan
falsafah Pancasila.
Dari segi ilmu
pengetahuan hukum maka hukum perdata dibagi menjadi beberapa bagian :
- Hukum perorangan / badang pribadi (
Personenrecht )
- Hukum keluarga ( Famillierecht )
- Hukum harta kekayaan ( Vermogensrecht
)
- Hukum waris ( Erfrecht )
Sedang
berdasarkan sistimatika KUPerd./B.W terdapat bagian – bagian sebagai berikut :
- Buku 1 berisi perihal orang ( van
personen )
- Buku 2 berisi perihal benda ( van
zaken )
- Buku 3 berisi perihal perikatan ( van
verbintenissen )
- Buku 4 berisi perihal pembuktian dan
kedaluwarsaan ( Bewijs en verjaring ).
buku ke 1, 2 dan 3 berisi ketentuan – ketentuan hukum
perdata materiil, sedang buku 4 berisi ketentuan – ketentuan hukum perdata
materiil sedang buku 4 berisi ketentuan hukum perdata formil.
Dilihat dari
perkembangan hukum perdata di Indonesia sekarang menunjukkan tendensi untuk
membidangkanisinya menjadi bagian – bagian sebagai berikut :
- Bidang hukum keluarga
- Bidang hukum waris
- Bidang hukum benda
- Bidang hukum jaminan
- Bidang hukum perikatan ( umum )
- Bidang hukum badan hukum
- Bidang hukum perjanjian khusus
Hukum perorangan
/ badan pribadi memuat antara lain ketentuan / peraturan – peraturan tentang
kecakapan atau kemampuan untuk memiliki hak – hak dan kecakapan untuk melakukan
sendiri pelaksanaan dari hak – hak tersebut dan selanjutnya hal – hal yang
mempengaruhi kecakapan – kecakapan itu.
Orang atau Badan
Pribadi dimaksud disini ialah subyek didalam hukum
atau pendukung hak / kewajiban. Yang dapat menjadi subyek hukum ialah :
–
1.Manusia
( naturlijke persoon )
Criteria Orang yg dianggap tidak
cakap melakukan perbuatan-perbuatan hokum :
* Orang – orang yang belum dewasa
*Orang – orang yang terganggu jiwanya
*Seorang perempuan yang bersuami
2.Badan Hukum ( rechtspersoon
) : merupakan subyek di dalam hukum yang berarti pula
dapat melakukan perbuatan – perbuatan hukum sebagaimana halnya dengan manusia.
Tentang badan hukum ini dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
–
Badan
hukum publik seperti negara, propinsi dan sebagainya
–
Badan
hukum keperdataan seperti perseroan terbatas, yayasan dan sebagainya
Teori yang
menjelaskan kedudukan badan hokum sejajar dengan manusia sebagai subjek hokum :
1.Teori
fictie yang diajarkan oleh Von Savigny : Bahwa adanya badan hukum itu merupakan anggapan
saja ( fictie ) yang diciptakan oleh negara ( yang berwenang ) sebab sebenarnya
badan atau perkumpulan atau organisasi itu tidak mempunyai kekuasaan utnuk
menyatakan kehendaknya sendiri, seperti halnya dengan manusia sehingga badan
hukum bila akan bertindak untuk melaksanakan kehendaknya harus dengan
perantaraan wakilnya yaitu alat perlengkapannya misalnya Direktur atau Pengurus
dalam suatu Perseroan Terbatas atau Koperasi.
2. Teori kekayaan dari Brinz, van der Heijden
: Adanya
badan hukum diberi kedudukan sbagai “ Orang “ disebabkan badan ini mempunyai
hak dan kewajiban yaitu hak atas harta kekayaan dan dengan harta kekayaan itu
memenuhi kewajiban – kewajibannya kepada pihak ke 3. oleh karena badan tersebut
memiliki hak / kewajiban, maka berarti ia merupakan pendukung atau penyandang
hak dan kewajiban yang bearti ia adalah subyek hukum ( subjectum juris ).
Kekayaan yang dimiliki badan hukum tesbut baisanya berasal dari kekayaan
seseorang yang dipisahkan atau disendirikan dari kekayaan orang yang bersangkutan
dan diserahkan kelpada badan itu seperti pada yayasan, Perusahaan Negara dan
sebagainya
3. Teori organ ( orgaanen theorie ) diajarkan oleh
von Gierke : Menurut teori orgaan badan hukum
itu merupakan suatu kenyataan seperti manusia dan bukan merupakan anggapan (
fictie ) saja. Oleh karena badan hukum itu seperti manusia maka ia juga
mempunyai alat kelengkapan atau organ sebagaimana organ tubuh manusia seperti
alat berpikir alat untuk berbuat / bertindak dan sebagainya.
4. Teori
pemilikan bersama dari Planol, Molengraaff dan Star Busman : Menurut teori ini badan hukum itu
sebenarnya adalah merupakankumpulan dari manusia sehingga kepentingan –
kepentingan atau pemilikan dari badan hukum itu sebenarnya tiada lain adalah
kepentingan atau pemilikan dari manusia – manusia itu selaku anggota dari
perkumpulan badan tersebut
5. Teori realita yuridis dari Suyling dan Scholten:
Menurut penganjurannya badan
hukum itu disamakan dengan manusia adalah suatu kenyataan yuridis atau realita
juridis, yaitu suatu fakta yang diciptakan oleh hukum, jadi adanya badan hukum
itu karena ditentukan oleh hukum sebagai demikian. Seperti yang terjadi di
Indonesia misalnya berdasarkan hukum yang belaku Perseroan Terbatas dan
Koperasi se – organisasi atau kumpulan yang diberi kedudukan sebagai badan
hukum setelah memenuhi syarat – syarat tertentu. Namun persekutuan dengan firma
dan persekutuan komanditer bukan merupakan badan hukum karena hukum di
Indonesia menentukan demikian ( vide pasal 18 KUHD
untuk menjadi
badan hukum, badan / organisasi / perkumpulan harus memenuhi syarat – syarat
sebagai berikut :
–
Mempunyai
kekayaan sendiri yang terpisah dari kekayaan anggota – anggotanya
–
Disyahkan
oleh yang berwenang
–
Mempunyai
tujuan tertentu
HUKUM KELUARGA :
Bagian kedua
dari isi hukum perdata
“ Hukum
Keluarga ” yaitu aturan – aturan hukum yang mengatur hubungan hukum yang
terjadi sebagai akibat adanya perkawinan / pernikahan. Oleh karena itu maka
dalam hukum keluarga diatur antara lain tentang :
l Perkawinan / pernikahan
l Perceraian
l Kekuasan orang tua
l Kedudukan anak
l Perwalian ( voogdij )
l Pengampunan ( curatele )
Di Indonesia
peraturan yang mengatur tentang perkawinan sekarang ialah Undang – Undang nomor
1 tahun 1974 L.N 1974 – 1 tertanggal 02 Januari 1974. dengan berlakunya UU no.
1 tahun 1974 maka peraturan – peraturan tentang perkawinan sebagaimana termuat
di dalam B.W ( KUHPerd, HOCI Huwelijke Ordonanntie Chrissten Indonesiers ) S
1933 – 75 dan Ordonansi perkawinan campuran S 1898 – 158 sepanjang telah diatur
dalam UU no. 1 tahun 1974 dinyatakan tidak berlaku
Dalam pasal 2
ayat ( 1 ) UU no. 1 tahun 1974 dinyatakan bahwa perkawinan adalah sah, apabila
dilakukan menurut hukum masing – masing agamanya dan kepercayaannya. Undang –
Undang pokok perkawinan itu pada prinsipnya menganut asas monogami. Selanjutnya
di dalam pasal 6 UU no. 1 tahun 1974 ditentukan pula bahwa syarat – syarat
perkawinan adalah sebagai berikut :
- Perkawinan harus atas persetujuan
kedua calon mempelai
- Untuk melangsungkan perkawinan
seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat ijin dari kedua
orang tuanya.
- Dalam hal salah seorang dari kedua
orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan
kehendaknya maka ijin cukup diperoleh dari orang tua yang masih hidup dari
orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya
- Dalam hal keuda orang tua telah
meninggal dunia atau tidak mampu menyatakan kehendaknya ijin diperoleh
dari wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan
darah dalam garis lurus ke atas.
Larangan –
larangan bagi seorang pria dan seorang wanita untuk melangsungkan perkawinan
diatur dalam pasal 8 UU no. 1 tahun
1974 antara lain sebagai berikut
- Ada hubungan darah dalam garis
keturunan ke bawah atau ke atas
- Ada hubungan darah dalam garis
keturunan menyamping
- Ada hubungan dara semenda yaitu
mertua, anak tiri, menantu dan bapak / ibu tiri
- Mempunyai hubungan yang oleh agamanya
atau peraturan lain yang berlaku dilarang kawin
Tentang kekuasaan
orang tua, di dalam B.W / KUHPerd. Diatur pada BK 1 Titel XIV, sedang dalam UU
no. 1 tahun 1974 L.N 1974 – 1 diatur dalam pasal – pasal 45 sampai 49. hubungan
antara orang tua dengan anak – anaknya merupakan hubungan hukum juga yaitu
suatu hubungan hukum yang terletak dalam hukum keluarga.
Oleh karena
merupakan hubungan hukum maka timbul adanya hak dan kewajiban antara keduanya
seperti yang diatur dalam KUHPerd. Pasal 298 atau UU no. 1 tahun 1974 pasal 45
dan 46 yaitu bahwa orang tua wajib memelihara dan mendidik anak – anaknya yang
belum dewasa serta sebaliknya setiap anak wajib menghormati dan mematuhi orang
tuanya.
Kewajiban orang
tua untuk memeri nafkah kepada anak – anaknya disebut kewajiban alimentasi.
Dengan demikian maka kekuasaan orang tua itu berlaku selama ayah dan ibunya
masih dalam ikatan perkawinan dan selama anak – anaknya masih belum dewasa (
vide pasal 299 KUHPerd. / pasal 47 – UU no. 1 tahun 1974 ).
Kekuasaan
orang tua dapat berhenti apabila :
- Anak – anak telah dewasa atau telah
kawin / menikah sebelum usia dewasa (c.q. mencapai umur 18 tahun )
- Perkawinan orang tuanya putus
- Kekuasaan orang tua dicabut oleh
pengadilan karena
–
Telah
menyalah gunakan kekuasaan orang tua atau terlalu mengabaikan kewajibannya
memelihara atau mendidik anaknya
–
Berkelakuan
buruk sekali
–
Telah
mendapat hukuman yang telah menjadi tetap
Sedang putusan
perkawinan dapat disebabkan oleh karena :
l Kematian
l Perceraian
l Putusan Pengadilan
Perwalian (
voogdij ) merupakan pengawasan terhadap anak – anak yang belum dewasa yang
tidak beada dalam kekuasaan orang tuanya. Didalam perwalian seorang wali
mempunyai kewajiban mengurus harta kekayaan si anak yang berada dalam
pengawasannya dengan baik dan bertanggung jawab atas kerugian – kerugian yang timbul
sebagai akibat pengurusannya tidak baik. Selanjutnya apabila si anak telah
menjadi dewasa maka wali wajib mempertanggung jawabkan tugasnya kepada anak
tadi.
Dalam hukum
perdata, perwalian ( voogdij ) telah dikenal ada 3 ( tiga ) macam yaitu :
- Perwalian menurut Undang – Undang (
wettelijke voogdij ) ialah perwalian dari orang tua yang masih hidup
setelah salah seorang meninggal dunia terlebih dahulu.
- Perwalian dengan wasiat
(testamentaire voogdij ) ialah perwalian yang ditunjuk dengan surat wasiat
( testamen ) oleh salah seorang dari orang tuanya.
- Aditive voogdij ialah perwalian yang
ditunjuk oleh hakim (pengadilan).
di dalam hukum
keluarga di atur pula tentang Pengampuan ( curatele ) yaitu pengawsan terhadap
orang – orang yang sudah dewasa tetapi karena sakit ingatan karena orang
tersebut sebagai pemboros sehingga tidak dapat mengurus kepentingannya sendiri
sebagai mana mestinya.
HUKUM HARTA KEKAYAAN
Bagian ketiga dari kitab undang-undang hokum perdata
“Hukum Harta
Kekayaan” yaitu suatu peraturan – peraturan yangmengatur hubungan hukum antara
orang denga benda atau sesuatu yang dapat dinilai dengan uang. Hukum harta
kekayaan itu dibagi menjadi 2 bidang yaitu :
- Hukum Kebendaan ialah aturan – aturan
yang mengatur hubungan antara orang dengan kebendaan.
- Hukum Perikatan ialah aturan – aturan
yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain
di dalam lapangan harta kekayaan dimana pihak yang satu mempunyai hak
menuntut suatu prestasi dari pihak lainnya yang wajib memenuhi tuntutan
itu.
Sistimatika hukum
kebendaan yang dipergunakan di dalam buku II KUHPerd. Itu menggunakan sistem
yang tertutup artinya orang tidak diperkenankan untuk menciptakan hak kebendaan
lain selain apa yang sudah ada di dalam buku II tersebut
pengertian
tentang hak kebendaan yaitu suatu hak yang diberikan kepada seseorang yang
memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda yang dapat dipertahankan
terhadap setiap orang
Hak
kebendaan dapat dibagi menjadi 2 sebagai berikut :
- Hak kebendaan yang memberikan
kenikmatan. Misalnya : hak eigendom, hak erfpacht, hak
opstal dan sebagainya.
- Hak kebendaan yang memberikan
jaminan. Misalnya : hak gadai / pand dan hak hipotik.
Disamping hak
kebendaan di dalam hukum perdata mengenal pula adanya pembagian benda bermacam
– macam seperti :
1.Benda berujud yaitu benda – benda yang dapat dilihat dan
diraba dengan panca indera, misalnya meja, kursi, perhiasan dan sebagainya,
2.benda idak berujud yaitu benda – benda yang tidak
dapat dilihat secara inderawi dan ini biasanya disebut dengan istilah “Hak”
seperti hak – hak atas tagihan.
Benda begerak
atau benda tidak tetap (roerende
goederen) termasuk di dalamnya ialah:
#benda bergerak karena sifatnya
ialah benda yang menurut sifatnya dapat dipindah – pindahkan dengan tanpa
merubah bentuknya. Misalnya alat – alat perabot rumah – tangga, perhiasan –
perhiasan dan sebagainya.
# benda bergerak karena ketentuan Undang – Undang. ialah
suatu benda yang oleh Undang – Undang ditetapkan menjadi benda bergerak seperti
hak penagihan atas sejumlah uang atau atas suatu benda bergerak ( hak atas
sebuah karangan = auteursrecht dan hak atas suatu penemuan = ocrooirecht)
Benda tidak bergerak atau benda tetap (onroerende goederen) dapat digolongkan menjadi :
l
Benda
tidak bergerak karena sifatnya seperti tanah, dan segala yang melekat di
atasnya.
l
Benda
tidak bergerak tujuan pemakaiannya seperti mesin – mesin pabrik.
l
Benda
tidak bergerak karena Undang – undang seperti hak erfpacht, hak opstal dan lain
sebagainya.
Pembagian
benda menjadi benda bergerak dan tidak bergerak itu mempunyai arti penting di
dalam empat hal yaitu :
l
Peralihannya
l
Pembebanannya
l
Bezit
l
Veryaring
Perlu diingat
bahwa tentang isi buku ke II KUHPerd ini pada saat sekarang berlakunya tidak
sepenuhnya kerna sebagian dari isinya khususnya yang mengenai tanah telah
dihapuskan dengan Undang – Undang no. 5 tahun 1960 L.N 1960 – 104 pada tanggal
24 September 1960.
HUKUM
PERIKATAN
perikatan ini
dalam KUHPerd. ( B.W. ) dimuat pada buku III.
Perkataan
perikatan disini mempunyai arti yang lebih luas dari pada perjanjian karena
didalam Bk III KUHPerd. Selain perikatan yang timbul dari perjanjian diatur
juga perikatan yang timbul dari Undang – Undang. Meskipun demikian sebagian
besar dari BK III KUHPerd. Pengaturannya ditujukan kepada perikatan – perikatan
yang timbul dari perjanjian, sehingga BK III itu berisi hukum perjanjian
Perikatan ialah
suatu perhubungan antara dua orang atau dua pihak berdasarkan mana pihak yang
satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, yang berkewajiban
memenuhi tuntutan itu
Jadi di dalam BK
III KUHPerd. Itu diatur tentang hubungan hukum antara orang dengan orang
meskipun yang menjadi obyeknya juga benda. Lain halnya apa yang diatur didalam
BK II KUHPerd. Ialah perhal hubungan hukum antara orang dengan benda ( hak –
hak kebendaan ).
Obyek dari
perikatan yaitu yang merupakan hak dari kreditur dan kewajiban dari debitur,
umumnya dinamakan prestasi. Prestasi itu dapat berupa :
- Memberikan sesuatu
- Melakukan perbuatan
- Tidak melakukan suatu perbuatan
Dimana pihak yang
berhak menuntut suatu prestasi dinamakan pihak berpiutang atau kreditur, sedang
pihak yang bekewajiban memenuhi tuntutan prestasi itu dinamakan pihak berutang atau
debitur
Akta cessie adalah akta authentick maupun akta
onderhands, dimana dinyatakan bahwa pituang itu telah dipindahkan kepada
seseorang. Berdasar atas ketentuan pasal 613 ayat 2 KUHPerd
Untuk menghindari
formalitas daripada akta cessie. Maka dapat dibuat surat pengakuan utang dengan
mencantumkan perkataan “ aan toonder “ atau atas tunjuk “ aan order “ atau atas
pengganti. Surat pengakuan utang aan toonder dapat diperalihkan dengan cara
dari tangan ke tangan yaitu hanya dengan menyerahkan suratnya saja sedang surat
pengakuan hutang yang aan order cara peralihannya selain dengan pernyataan
penyerahan hak yang ditanda tanganinya disebaliknya surat tersebut yaitu yang
dinamakan endosemen, harus juga dengan penyerahan surat tersebut.
Sumber –
sumber daripada Perikatan:
Oleh pasal 1233
KUHPerd. Dikatakan bahwa perikatan itu diterbitkan atau ditimbulkan oleh :
–
Adanya
Undang – Undang
–
Adanya
Perjanjian
pasal 1352 KUHPerdata : Perikatan
yang terbit karena undang – undang dapat ditimbulkankarena undang – undang saja
atau dari undang – undang sebagai akibat perbuatan orang
pasal 1353
KUHPerdata : Dikatakan bahwa
perikatan yang terbit dari undang – undang sebagai akibat perbuatan orang,
dapat timbul karena perbuatanmenurut hukum dan karena perbuatan yang melawan
hukum
pasal 1354
KUHPerd yang didalam ilmu pengetahuan hukum dinamakan “ Zaakwaarneming :
Perikatan yang
terbit dari undang – undang karena perbuatan orang yang menurut hukum dapat
terjadi bila seseorang dengan sukarela dengan tidak mendapat kuasa untuk itu
mewakili urusan orang lain dengan atau tanpa sepengetahuan orang itu yaitu
orang lain yang diwakilinya. Maka diwajibkan bagi orang melakukan pengurusan
untuk meneruskan serta menyelesaikan urusan tersebut sapai orang yang diwakili
kepentingannya dapat menyelesaikan sendiri urusannya
pasal 1365
KUHPerdata : perikatan yang terbit dari undang – undang karena perbuatan yang melawan
hukum
onrechtmatiegedaad
: ialah istilah Perbuatan melawan hokum
Onrechmatigedaad itu mempunyai 2 arti :
>> syarat pertama, arti yang sempit yang menganggap bahwa onrechtmatiegedaad hanyalah
perbuatan – perbuatan yang melawan atau bertentangan dengan undang – undang
saja
Jadi untuk sahnya
suatu perjanjian itu harus memenuhi syarat – syarat seperti yang diatur oleh
pasal 1320 KUHPerdata
Kemauan yang
bebas untuk mengadakan suatu perjanjian yang sah dianggap tidak ada, apabila
kata sepakat itu diberikan atau terjadi karena adanya kekhilafan, penipuan,
atau paksaan ( asal 1321 KUHPerdata)
Kekhilafan dapat
terjadi mengenai orang atau mengenai barang yang menjadi pokok atau tujuan dari
pihak – pihak yang mengadakan perjanjian ( pasal 1322 KUHPerdata)
>>Syarat yang kedua: ialah adanya kecakapan dari pihak untuk saling membuat suatu perikatan
pasal 1329
KUHPerd. Dinyatakan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan –
perikatan, jika ia oleh undang – undang tidak dinyatakan tidak cakap.
pasal 1330
KUHPerd, mereka itu ialah orang – orang yang belum dewasa, mereka yang ditaruh
di bawah pengampunan.
>>Syarat ketiga: ialah bahwa perjanjian itu harus mengenai sesuatu hal yang tertentu, dalam
hal ini yang dimaksudkan ialah mengenai obyek dari perjanjian atau pokok
perjanjian
pasal 1333
KUHPerd, suatu perjanjian harus mempunyai pokok suatu barang yang sedikit sudah
ditentukan.
pasal 1334
KUHPerd. Dinyatakan pula bahwa barang – barang yang baru akan ada dikemudian
hari dapat menjadi pokok suatu perjanjian
>>Syarat keempat: ialah mengani causa yang dihalalkan yang dimaksud dengan causa itu ialah
isi dan tujuan dariada perjanjian itu sendiri
Pada umumnya
jenis / macam – macam perikatan itu adalah :
1.Perikatan
bersyarat dan perikatan dengan ketetapan waktu:
pasal 1253
KUHPerd. Dinyatakan suatu perikatan adalah besyarat, apabila ia digantungkan
pada suatu peristiwa yang masih akan datang dan yang belum tentu akan terjadi,
baik secara menangguhkan perikatan sehingga terjadinya peristiwa tersebut
maupun secara membatalkan perikatan menurut terjadi atau tidaknya peristiwa
itu.
ukuran atau
criterium dari pelaksanaan perikatan yaitu adanya syarat terjadinya atau tidak
terjainya suatu peristiwa yang belum tentu akan terjadi
dilihat dari isi
pasal 1253 KUHPerd itu maka syarat di situ ada dua macamnya yaitu syarat
tangguh atau syarat menunda dan syarat membatalkan
2.Perikatan
alternatif dan fakultatif:
ialah suatu
perikatan dimana si berutang dapat memilih pelaksanaan pemenuhan satu di antara
dua atau beberapa prestasi yang ditentukan. Dan dengan pelaksanaan pemenuhan
satu dari antara beberapa prestasi itu maka perikatan menjadi berakhir.
3.Perikatan
yang dapat dibagi – bagi dan yang tidak dapat dibagi – bagi
pasal 1296
KUHPerd suatu perikatan dapat dibagi – bagi atau tidak dapat dibagi – bagi
tergantung dari prestasinya itu penyerahannya dan pelaksanaannya dapat dibagi –
bagi atau tidak, baik secara nyata atau secara perhitungan.
4.Perikatan
tanggung – renteng atau solider
pasal 1278
KUHPerd yang mengatur sebagai berikut :
“ Suatu perikatan tanggung
menanggung atau perikatan tanggung renteng terjadi antara beberapa orang
berpiutang, jika di dalam perjanjian secara tegas kepada masing – masing
diberikan hak untuk menuntut pemenuhan seluruh hutang, sedang pembayaran yang
dilakukan kepada salah satu membebaskan orang yang berhutang
.....................”
perikatan tanggung
renteng yang aktif : di dalam perikatan tesebut terdapat beberapa
orang kreditur yang berhadapan denga seorang debitur.
perikatan tanggung
renteng yang pasif : suatu perikatan yang terjadi antara seorang
berpiutang dengan beberapa orang yang berhutang, dimana masing – masing orang
berhutang itu dapat dituntut untuk pemenuhan suatu prestasi oleh si berpiutang
dan pembayaran oleh salah serang berhutang membebaskan si berhutang lainnya
dari tuntutan si berpiutang
kitab Undang –
Undang Hukum Perdata ketentuan tentang perikatan tanggung renteng yang pasif
dapat dijumpai pada pasal 1280.
Perikatan
tanggung menanggung itu disamping timbulnya karena perjanjian, dapat juga
timbul dari ketentuan Undang – Undang ps. 1282 KUHPerd.
Cara – cara
hapusnya perikatan:
dalam pasal 1381 KUHPerd.
Bab IV BK III, yang menyebutkan bahwa perikatan itu hapus karena :
l Pembayaran
l Penawaran pembayaran diikuti penitipan
l Pembaharuan hutang ( novasi )
l Kompensasi
l Pencampuran hutang
l Pembebasan hutang
l Musnahnya barang yang berutang
l Pembatalan perjanjian
l Syarat yang membatalkan
l Lewatnya waktu / kadaluarsa
Sedang
perjanjian itu dapat hapus karena:
- Ditentukan dalam perjanjian oleh para
pihak
- Undang – Undang menentukan batas
berlakunya perjanjian
- Pernyataan dari pihak – pihak atau
salah satu pihak untuk menghentikan perjanjian
- Putusan hakim / pengadilan
- Tujuan perjanjian telah tercapai
HUKUM WARIS
Bagian hukum
perdatayang keempat ialah yang di dalam KUHPerd dimasukkan pada BK II tentang
hukum benda.
Dalam hukum waris
berlaku suatu asas bahwa hanyalah hak – hak dan kewajiban – kewajiban dalam
lapangan hukum kekayaan saja yang dapat diwaris dengan perkataan lain hanyalah
hak – hak dan kewajiban – kewajiban yang dapat dinilaikan dengan uang
Hukum waris
itu ada asasnya hanya mengatur 4 ( empat ) hal, yaitu :
- Siapa – siapa yang tergolong sebagai
ahli waris
- Penggolongan ahli waris dan urutannya
di antara mereka
- Berapa bagian masing – masing ahli
waris
- Apa saja yang dapat dipesankan oleh
seorang bila ia meninggal dan batas – batas kekuasaan seseorang untuk
membuat pesan – pesan tentang harta peninggalan.
hukum waris ini
kita harus bicarakan sesuai dengan adanya golongan warganegara Indonesia,
sebagaimana penggolongan yang ditentukan oleh pasal 163 I.S ( = Indische Staatsregeling ) sebagai
berikut : Hukum waris
bagi bangsa Indonesia asli pada prinsipnya dikuasai oleh hukum adat, disamping
ada beberapa daerah di mana Hukum Adatnya telah menganut hukum Islam
Perbedaan yang
pokok nampak antara hukum waris adat dengan hukum Islam ialah
- Bahwa di dalam hukum adat bagian
seorang laki – laki dan seorang perempuan adalah sama, sedang menurut
hukum Islam bagian seorang laki – laki dua kali bagian seorang perempuan.
- Bahwa di dalam hukum adat seorang
anak angkat mempunyai kedudukan yang sama dengan anak sah dan di dalam
soal warisan juga diperlakukan sama, sedang di dalam hukum Islam tidak
dikenal pengangkatan anak dengan segala akibatnya itu.
- Bahwa di dalam hukum Islam seorang
janda harus diberi warisan dari harta peninggalan suaminya namun di dalam
hukum adat soerang janda bukan waris, tetapi berhak sebagai isteri untuk
mendapat nafkah seumur hidup untuk itu ia dapat juga diberi bagian
sekaligus dari harta peninggalan suaminya.
Hukum waris bagi
warga negara Indonesia keturunan Tionghoa dan Eropa dikuasi oleh Buku II
KUHPerd. Perihal Warisan Titel 12 s/d Titel 18 sedang untuk warga negara
Indonesia keturunan Timur Asing bukan Tionghoa dikuasai oleh hukum asli mereka
masing – masing, serta berlaku pula untuk mereka Buku II KUHPerd. Titel 13 dan
Titel 14 mengenai hal pembuatan wasiat atau testament.
Perbedaan
pokok sifat hukum waris Barat dan hukum waris Adat adalah :
Hukum waris
menurut hukum perdata Barat mengenal dua macam hak waris yaitu :
- Mewaris menurut Undang – Undang ( ab
in testato )
- Mewaris menurut wasiat (testament ).
# Ini menurut KUHPerd. Berarti ada kemungkinan untuk
menunjuk seorang yang sama sekali bukan keluarga menjadi ahli waris dengan hak
– hak dan kewajiban – kewaiban seperti ahli waris biasa menurut Undang –
Undang. Halyang demikian ini tidak dikenal di dalam sistem hukum Adat
# Lagi pula di dalamhukumperdata Barat ada
kemungkinan bagi seseorang ahli waris untuk menolak warisan dimana di
dalamhukum adat meaupun dalam hukum Islam juga tidak dikenal. Hukum waris
menurut Adat itu bersendikqan atas prinsip – prinsip yang timbul dari alirang –
aliran pikiran yang komunal dan konkrit dari bangsa Indonesia